Kamis, 22 Desember 2011

Arkeolog UI Teliti Bangunan Kuno Pra Majapahit

(Foto: Roqib/Koran SI)
(Foto: Roqib/Koran SI)
BOJONEGORO - Tim arkeolog dari Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia (UI) Jakarta, mengakhiri proses penggalian bangunan kuno di dekat objek wisata Kayangan Api, Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

Bangunan batu bata merah ini diperkirakan dibangun pada abad ke tujuh masehi atau sebelum masa kerajaan Majapahit.

Tim arkeolog UI yang terdiri 15 mahasiswa, lima dosen, dan dibimbing oleh Doktor Ali Akbar, sebetulnya melanjutkan proses penggalian sebelumnya pada Desember 2010. Penggalian kali ini membuka 35 kotak gali yang dilakukan selama kurang lebih dua pekan.

Dari penggalian kedua ini diketahui persis bentuk bangunan kuno itu yaitu berupa segi empat dengan panjang 37,5 meter dan lebar 37,5 meter. Kedalaman penggalian bangunan hanya sekitar 50 sentimeter.

Di tengah bangunan segi empat itu terdapat bekas tungku perapian yang telah berubah menjadi fosil. Bangunan itu tersusun atas batu bata merah yang cukup tebal dan lebar yang kondisinya sudah rapuh. Di atas susunan batu bata merah itu terdapat batu putih.

“Bangunan ini diperkirakan dibangun pada abad ke tujuh atau sebelum masa Majapahit,” ujar Doktor Ali Akbar di lokasi galian, Jumat (22/7/2011).

Menurutnya, bentuk batu bata pada masa Majapahit biasanya lebih halus, lebih padat, dan terdapat hiasan tertentu. Tetapi, bentuk batu bata merah yang ditemukan ini lebih kasar, lebih tebal dan besar serta kondisinya rapuh. Di antara susunan batu bata merah itu dilapisi tanah sebagai perekat.  “Ini struktur bangunan sederhana yang dibangun pada masa itu,” ungkapnya.

Di lokasi galian juga ditemukan pecahan gerabah, pecahan guci, logam, dan uang kuno. Misalnya, pecahan guci kuno dari China, uang kuno dari China, pecahan gerabah situs krewengan dan karang pahing. Serta, pecahan tembikar kuno yang tebal dan kasar. Di sekitar lokasi galian ini diperkirakan dulu juga dipakai sebagai tempat pertukaran barang atau barter.

Menurut Ali Akbar, melihat kondisi struktur bangunan batu bata merah itu diperkirakan dipengaruhi kebudayaan dari pesisir pantai utara. Pada abad ke tujuh atau sekira tahun 500-700 masehi silam, saat kebudayaan Hindu-Budha masuk ke pulau Jawa melalui pantai utara.

Bangunan yang bentuknya mirip seperti di Bojonegoro ini juga ada di Kerawang, Jawa Barat dan Jepara, Jawa Tengah yang berada di dekat pantai utara. Masyarakat Bojonegoro ketika itu diperkirakan banyak berinteraksi dengan masyarakat pendatang di Tuban yang berada di sekeliling pesisir pantai utara.

Dugaan itu juga didukung adanya temuan guci kuno dari China dan uang logam kuno dari negeri China. Tetapi, untuk membuktikan secara ilmiah, tim arkeolog UI ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. “Ini masih dugaan sementara. Butuh penggalian dan penelitian lanjutan,” ujar dosen arkeolog UI ini.

Menurut Ali Akbar, setelah melakukan penggalian dan pengumpulan data, selanjutnya akan dilakukan studi literature untuk mempelajari bentuk bangunan dan pengaruh kebudayaan pada masa itu. Selain itu, akan dilakukan pengolahan data. “Nanti, kami akan menyampaikan hasil penelitian ini secara lengkap kepada pemerintah Bojonegoro,” ujar Ali Akbar.

Penggalian bangunan kuno di dekat objek wisata Kayangan Api yang lokasinya di tengah hutan jati ini memang kerja sama antara Universitas Indonesia dengan Pemkab Bojonegoro. Hasil penelitian ini akan menambah khasanah kebudayaan di Bojonegoro.

Menurut Juli (48), warga Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi Kayangan Api sudah lama melakukan ritual sedekah bumi pada hari Jumat pahing. Kebiasaan itu, kata dia, sudah berlangsung secara turun temurun.

“Bangunan kuno ini sudah lama kita ketahui. Tetapi, warga tidak mengetahui dengan persis bentuk bangunannya dan dulu dipakai untuk apa,” ujarnya.

Lokasi bangunan kuno ini hanya berjarak sekitar lima meter dari tungku api abadi atau yang disebut kayangan api. Lokasinya berada di sebelah timur. Di antara bangunan kuno itu kini terlihat pohon jati tua menjulang tinggi. Akar pohon jati itu sebagian menjalar di sela-sela tumpukan batu bata merah yang sudah lapuk. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar