Rabu, 04 April 2012

Sampoerna Launches International Standard School

 
Artikel-bahasainggris.blogspot.com - Putera Sampoerna Foundation in collaboration with ExxonMobil launched a boarding school level of upper secondary school (high school) and the first international standard in Indonesia. The school is dedicated to students and student achievement from pre-prosperous families across Indonesia. 

Nenny Soemawinata, Managing Director Putera Sampoerna Foundation said there were as many as 200 students and students who have passed through stringent selection process and managed to set aside more than 1,000 registrants from all over Indonesia to get a full scholarship with a total value amounting to 3.15 million U.S. dollars from the ExxonMobil Foundation. 

The male and female students selected are those that have been set aside more than 1,000 applicants from various regions in Indonesia. The selectionprocess is divided into five stages of strict selection, the selection of documents, academic tests, psychological tests, interviews, focus groupdiscussions (FGD), as well as home visits to prospective students (home visit). 

Sampoerna Academy Bogor Campus consists of students from throughout the region in Indonesia, including Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara (NTT), to West Papua. In addition, a number of students or students there are also derived from the operation of ExxonMobil, among Blora, Cepu and Bojonegoro, East Java. 

Furthermore Nenny explained, Sampoerna Academy is an international education curriculum adapted from Cambridge University with a national curriculum or the Education Unit Level Curriculum (SBC). 

Meanwhile, Regent Bogor, Rahmat Yasin said it strongly supports the opening of school Sampoerna Academy Campus in Bogor Bogor regency, West Java. He hopes one day this school can print more students and student achievement and an example for other schools so that the quality of education in Indonesia continues to increase. 

For information, Putera Sampoerna Foundation in 2009 has opened Sampoerna Academy in Malang, and Palembang, in which male and female students in Malang majority coming from the East Java region, while the students are girls at Palembang comes from Sumatra and Kalimantan. The total students of all Academy Sampoerna has currently reached 993 students with 525 students and new students 2011/2012 force. This year, Putera Sampoerna Foundation Sampoerna Academy plans to inaugurate in Bali. 

Kamis, 22 Desember 2011

Tak Ada Museum, Pemkab Kediri Titipkan 194 Benda Sejarah

KEDIRI - Sebanyak 194 benda purbakala dari wilayah Kabupaten Kediri masih dititipkan di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur.

Pemkab mengaku kesulitan menyediakan sumber daya manusia, untuk mengelola museum dan benda purbakala secara mandiri.

Karena itu, meski banyak situs bertebaran di Kabupaten Kediri, namun hingga kini Pemkab belum memiliki niat untuk membangun museum sendiri. Persyaratan untuk membangun sebuah museum yang ketat, semakin mengaburkan keinginan Pemkab mendirikan museum sendiri.

“Untuk membangun museum purbakala kami terkendala dengan ketersediaan SDM, setidaknya kami harus memperkerjakan sembilan ahli antara lain, ahli kimia, antropologi, dan budayawan. Jadi memang berat kriterianya,” jelas Ruddy Hari Santoso, Kabid Pemasaran Pariwisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri.

Pemkab saat ini masih menitipkan 194 koleksi purbakala ke BP3 Trowulan. Pada 2010 saja, beberapa peninggalan kembali ditemukan di Kabupaten Kediri, yaitu arca Brahma, Durga, Nandi, Yoni, keramik yuan, dan pecahan genteng yang kesemuanya ditemukan di Situs Njaten, Kecamatan Pagu.

Mengingat pentingnya mengenalkan sejarah ke generasi muda, Ruddy menyayangkan kondisi ini. “Kami sangat memahami pentingnya museum. Mengingat benda-benda sejarah tersebut jumlahnya banyak dan akan menyulitkan masyarakat yang ingin mempelajari Kediri karena Trowulan itu jauh. Namun untuk membangun museum itu banyak persyaratan,” jelasnya.

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Pemkab Kediri sepertinya akan semakin sulit merealisasikan keberadaan museum cagar budaya.

“Sebelumnya pendanaan tersebut ditanggung oleh Pemerintah Pusat. Dengan adanya undang-undang tersebut kami harus bertanggung jawab secara pendanaan, dan untuk merawat benda purbakala itu bukan hal yang murah,” ungkapnya.

Ruddy memperkirakan, semakin hari penemuan benda-benda purbakala semakin bertambah. “Setiap tahun setidaknya kami menemukan tiga sampai empat benda, jadi semakin lama semakin banyak benda yang kami titipkan ke Trowulan,” jelasnya.

Dia mengakui beberapa pengelolaan situs purbakala sampai saat ini tidak maksimal. “Memang dari segi pengembangan kami tidak memberikan porsi yang besar, karena seperti di Tondo Wongso, kami memperkirakan masih luas bangunan purbakala, dan itu terpendam tujuh lapis letusan Gunung Kelud, sementara di atasnya, tanah milik warga,” terangnya.
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Trowulan. (Foto: Koran SI)
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Trowulan. (Foto: Koran SI)

Arkeolog UI Teliti Bangunan Kuno Pra Majapahit

(Foto: Roqib/Koran SI)
(Foto: Roqib/Koran SI)
BOJONEGORO - Tim arkeolog dari Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia (UI) Jakarta, mengakhiri proses penggalian bangunan kuno di dekat objek wisata Kayangan Api, Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

Bangunan batu bata merah ini diperkirakan dibangun pada abad ke tujuh masehi atau sebelum masa kerajaan Majapahit.

Tim arkeolog UI yang terdiri 15 mahasiswa, lima dosen, dan dibimbing oleh Doktor Ali Akbar, sebetulnya melanjutkan proses penggalian sebelumnya pada Desember 2010. Penggalian kali ini membuka 35 kotak gali yang dilakukan selama kurang lebih dua pekan.

Dari penggalian kedua ini diketahui persis bentuk bangunan kuno itu yaitu berupa segi empat dengan panjang 37,5 meter dan lebar 37,5 meter. Kedalaman penggalian bangunan hanya sekitar 50 sentimeter.

Di tengah bangunan segi empat itu terdapat bekas tungku perapian yang telah berubah menjadi fosil. Bangunan itu tersusun atas batu bata merah yang cukup tebal dan lebar yang kondisinya sudah rapuh. Di atas susunan batu bata merah itu terdapat batu putih.

“Bangunan ini diperkirakan dibangun pada abad ke tujuh atau sebelum masa Majapahit,” ujar Doktor Ali Akbar di lokasi galian, Jumat (22/7/2011).

Menurutnya, bentuk batu bata pada masa Majapahit biasanya lebih halus, lebih padat, dan terdapat hiasan tertentu. Tetapi, bentuk batu bata merah yang ditemukan ini lebih kasar, lebih tebal dan besar serta kondisinya rapuh. Di antara susunan batu bata merah itu dilapisi tanah sebagai perekat.  “Ini struktur bangunan sederhana yang dibangun pada masa itu,” ungkapnya.

Di lokasi galian juga ditemukan pecahan gerabah, pecahan guci, logam, dan uang kuno. Misalnya, pecahan guci kuno dari China, uang kuno dari China, pecahan gerabah situs krewengan dan karang pahing. Serta, pecahan tembikar kuno yang tebal dan kasar. Di sekitar lokasi galian ini diperkirakan dulu juga dipakai sebagai tempat pertukaran barang atau barter.

Menurut Ali Akbar, melihat kondisi struktur bangunan batu bata merah itu diperkirakan dipengaruhi kebudayaan dari pesisir pantai utara. Pada abad ke tujuh atau sekira tahun 500-700 masehi silam, saat kebudayaan Hindu-Budha masuk ke pulau Jawa melalui pantai utara.

Bangunan yang bentuknya mirip seperti di Bojonegoro ini juga ada di Kerawang, Jawa Barat dan Jepara, Jawa Tengah yang berada di dekat pantai utara. Masyarakat Bojonegoro ketika itu diperkirakan banyak berinteraksi dengan masyarakat pendatang di Tuban yang berada di sekeliling pesisir pantai utara.

Dugaan itu juga didukung adanya temuan guci kuno dari China dan uang logam kuno dari negeri China. Tetapi, untuk membuktikan secara ilmiah, tim arkeolog UI ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. “Ini masih dugaan sementara. Butuh penggalian dan penelitian lanjutan,” ujar dosen arkeolog UI ini.

Menurut Ali Akbar, setelah melakukan penggalian dan pengumpulan data, selanjutnya akan dilakukan studi literature untuk mempelajari bentuk bangunan dan pengaruh kebudayaan pada masa itu. Selain itu, akan dilakukan pengolahan data. “Nanti, kami akan menyampaikan hasil penelitian ini secara lengkap kepada pemerintah Bojonegoro,” ujar Ali Akbar.

Penggalian bangunan kuno di dekat objek wisata Kayangan Api yang lokasinya di tengah hutan jati ini memang kerja sama antara Universitas Indonesia dengan Pemkab Bojonegoro. Hasil penelitian ini akan menambah khasanah kebudayaan di Bojonegoro.

Menurut Juli (48), warga Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi Kayangan Api sudah lama melakukan ritual sedekah bumi pada hari Jumat pahing. Kebiasaan itu, kata dia, sudah berlangsung secara turun temurun.

“Bangunan kuno ini sudah lama kita ketahui. Tetapi, warga tidak mengetahui dengan persis bentuk bangunannya dan dulu dipakai untuk apa,” ujarnya.

Lokasi bangunan kuno ini hanya berjarak sekitar lima meter dari tungku api abadi atau yang disebut kayangan api. Lokasinya berada di sebelah timur. Di antara bangunan kuno itu kini terlihat pohon jati tua menjulang tinggi. Akar pohon jati itu sebagian menjalar di sela-sela tumpukan batu bata merah yang sudah lapuk. 

Benda Pusaka Keraton Cirebon Ditemukan

CIREBON - Jajaran Polres Cirebon Kota akhirnya berhasil mengumpulkan seluruh benda pusaka Keraton Kasepuhan dan Keprabonan Cirebon yang hilang akibat aksi pencurian akhir Juni lalu. Ketiga benda pusaka itu berupa keris, Pusaka Cangak, dan tombak.

Polisi mengamankan keris dari rumah Yanto, warga Tangkil, Kabupaten Cirebon. Yanto merupakan orang yang dititipi benda pusaka tersebut oleh seorang tersangka pencuri yang hingga kini masih buron, AW.

Sedangkan Pusaka Cangak dan tombak diterima polisi melalui kiriman paket atas nama Rudi Hartono di Jepara, Jateng. Kasat Reskrim Polres Cirebon Kota Ajun Komisaris Polisi Agah Sonjaya mengungkapkan, paket dua benda pusaka dikirimkan ke Galeri benda antik Rama milik tersangka Sg.

“Tapi kami mencurigai nama dan alamat pengirim palsu. Sekarang semua benda pusaka sudah kami amankan, tinggal memburu AW,” tegasnya, Jumat (25/8/2011).

Pengamanan sisa benda pusaka yang hilang, kata dia, tak lepas dari keberhasilan polisi membekuk dua tersangka pencuri sebelumnya. Mereka yakni ED dan Sg yang ditangkap di Ciganjur, Jakarta Selatan.

ED sendiri diduga orang dalam keraton. Selain pelaku, saat itu polisi juga mengamankan sejumlah benda pusaka yang dicuri di antaranya Pucuk Mata Tumbak Berkinatan Emas, Pengiring Sultan, Pucuk Mata Tombak Ki Sarotama, dan Pucuk Pedang Senopati.

Berdasarkan penyelidikan sementara, ED, merupakan orang pertama yang mencuri benda pusaka dibantu AW. Keduanya kemudian menyerahkan benda pusaka tersebut kepada Sg sebagai perantara yang menjualnya kepada seseorang berinisial C yang diduga kolektor.
Kraton kasepuhan Cirebon (Foto: Istimewa)
Kraton kasepuhan Cirebon (Foto: Istimewa)

Ada Goa Bekas "Rumah" Manusia Purba di Tulungagung

TULUNGAGUNG - Sebuah goa yang diduga pernah menjadi tempat hunian manusia masa lampau (manusia purba) ditemukan di sekitar pantai selatan Sine, Kecamatan Tanggunggunung, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.

Oleh para nelayan setempat, temuan tersebut langsung dilaporkan ke institusi berwenang. Hingga saat ini belum bisa dipastikan apakah lobang dalam tanah yang diduga berkedalaman ratusan meter tersebut, merupakan “rumah” manusia purba, atau hanya sebuah goa tempat persembunyian tentara Jepang (Goa Jepang). 

Sebab seperti diketahui, pascakalah dari tentara sekutu dan Indonesia menyatakan merdeka, tidak sedikit tentara Jepang yang memilih bersembunyi di goa-goa sambil membawa semua benda yang dianggap berharga.

“Yang pasti goa itu memang ada, meski kita belum bisa memastikan riwayat sejarahnya,” ujar Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemkab Tulungagung Heru Dwi Cahyono kepada wartawan, Selasa (1/11/2011).
Sudah sekira sebulan sejak ditemukan, goa yang berada di daerah pegunungan cadas bebatuan itu belum diapa-apakan. Secara geografis, lokasi goa misterius ini memang jauh dari jangkauan jalur nelayan. Berada di atas ketinggian kurang lebih 50 meter, dengan posisi mulut goa menghadap langsung ke arah laut. Laut atau pantai yang dimaksud adalah pantai Ngalur yang berbatasan langsung dengan pantai Sine.
 
“Diduga semakin ke dalam akan mendapati ruangan yang semakin besar. Namun perlengkapan kita untuk melakukan observasi ke dalam masih terbatas. Sebab semakin ke dalam cahaya semakin berurang,” terang Heru.
 
Mengenai dugaan sebagai goa tempat pelarian tentara Jepang berasal dari rumor yang berkembang di masyarakat nelayan. Sebab pada masa penjajahan, sepanjang pantai selatan, mulai Bendungan Niyama dan sekitarnya menjadi lokasi berlangsungnya praktik cultur stelsel (tanam paksa) romusha.
 
Namun tidak tertutup kemungkinan lokasi tersebut terkait erat dengan kehidupan manusia pra sejarah (purba). Hal itu mengingat di wilayah Kabupaten Tulungagung, terutama bagian selatan telah ditemukan situs Wajakensis. Yakni salah satu manusia purba tertua di pulau Jawa.
 
“Kita akan berkoordinasi dengan semua pihak terkait untuk memastikan semua ini. Sebab untuk kegiatan ini juga membutuhkan anggaran yang tidak sedikit,” pungkasnya.
 
Sementara itu sejumlah warga di Kecamatan Tanggunggunung mengkaitkan goa tersebut dengan peristiwa 1965. Pascaperistiwa G 30 S PKI, lobang alam yang memiliki “mulut” selebar manusia dewasa itu, diyakini menjadi tempat persembunyian orang-orang eks anggota PKI. “Kata para orang tua duu seperti itu. Tapi kebenaranya seperti apa, tentu perlu diteliti lebih serius,” ujar Suprapto, warga setempat.
Ilustrasi
Ilustrasi

Warga Temukan Ranjau & Peluru Sisa Perang Dunia II

BANGKALAN - Ratusan butir peluru kaliber 12,7 dan puluhan ranjau darat ditemukan terpendam di pekarangan rumah Tasmin, warga Pedeng, Kecamtan Socah, Kabupaten Bangkalan, Madura, Selasa (19/7/2011).

Ranjau dan peluru yang diduga sisa Perang Dunia II itu ditemukan oleh beberapa tukang batu yang sedang bekerja menggali lbang untuk membuat septictank.

Warga pun lantas melaporkan termuan itu ke Polsek setempat. Dengan dibantu petugas, warga meneruskan galian dan ditemukan sebanyak 680 peluru dari dalam tanah.

Menurut Romijan, petugas dari Arsenal Pangkalan TNI Angkatan Laut Batu Poron-Bangkalan, amunisi yang ditemukan warga ini memang terkategori apkir alias berkarat. Namun bahan kimia atau serbuk mesiu di dalam peluru dipastikan masih aktif.

Dilihat dari bentuk dan ukurannya, peluru-peluru ini diduga merupakan amunisi senapan mesin yang bisa merontokkan atau pesawat tempur sekalipun.

Selain ratusan peluru, ditemukan juga sebanyak 20 ranjau darat berbentuk botol yang. Khusus ranjau ini, pihak kepolisian belum bisa memastikan aktif atau tidak.

Seorang petugas yang ditemui di Mapolsek Socah mengatakan, pihaknya masih menunggu perintah dari Kapolres Bangkalan terkait penanganan amunisi dan ranjau yang rawan meledak itu.
Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Ilustrasi (Foto: Istimewa)

Fosil Binatang Purba Ditemukan di Tegal

Warga memeriksa fosil temuannya di depan rumahnya di Desa Semedo, Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Tegal. (Foto: Akrom Hazami)
Warga memeriksa fosil temuannya di depan rumahnya di Desa Semedo, Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Tegal. (Foto: Akrom Hazami)
SLAWI - Warga Desa Semedo, Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, menemukan sejumlah fosil binatang di perbukitan setempat.

Dakir (54), warga yang menemukan fosil tersebut mengatakan, fosil yang ditemukannya diperkirakan usianya sudah jutaan tahun silam. "Jumlah fosil yang saya temukan sekira 10 fosil binatang," jelasnya di Kabupaten Tegal, Selasa (5/4/2011).

Tamuan Dakir meliputi tulang lutut gajah yang beratnya hampir 25 kilogram, tulang rusa, taring, dan lain sebagainya. Di perbukitan Semedo, begitu masyarakat setempat menyebutnya, memang tak sedikit ditemukan fosil.

Bahkan sebanyak 161 fosil yang ditemukan warga Desa Semedo saat ini telah dipajang di sejumlah museum. Baik museum di Kabupaten Tegal maupun di museum Jawa Tengah, dan Ronggowarsito, Semarang.

Kapolsek Kedung Banteng AKP Hartoto mengatakan, untuk penemuan fosil binatang, pihaknya tidak begitu turut campur, tapi tidak dengan adanya temuan fosil manusia. "Fosil manusia ini akan kami periksa lebih dulu," ungkapnya di lokasi penemuan tadi.

Meski diakuinya jika perbukitan di Desa Semedo memang terkenal dengan daerah penemuan fosil, namun untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, maka fosil manusia yang ditemukan warga setempat, akan diperiksa polisi terlebih dahulu.

Di lokasi kejadian juga ditemukan fosil berbentuk manusia dengan tempurung kepala dan tulang tangan menghadap ke barat. Sampai saat ini lokasi penemuan masih dijaga jajaran Polsek Kedung Banteng.